Dalam setiap kebudayaan memilih suatu cahaya ekspresi emosi
untuk ditampilkan kepada anggotanya dalam menyediakan
suatu alat komunikasi. Saat kita belajar bagaimana
mengekspresikan emosi kita, setiap kita berusaha
memilih suatu alat ekspresi yang efektif dan bersesuaian.
Ekspresi adalah efektif jika apa yang anda rasakan memang
keluar. Jika kita merasa marah maka ekspresikan itu dengan
kata-kata yang nyaring dan kita akan merasa puas.
Apa yang kita maksudkan itulah yang kita keluarkan
(katakan), dan kemudian kita akan merasa baik tentang
apa yang kita katakan. Dengan kata lain ekspresi
adalah berssuaian, jika alat atau cara berekspresi itu
diterima oleh kita. Jika kita merasa marah dan memilih
untuk berekspresi dengan berkelahi atau memukul
seseorang dan akibatnya kita masuk rumah sakit
selama enam bulan, maka kita mungkin berpendapat
bahwa cara atau alat yang kita ekspresikan tidaklah
bersesuaian.Jika seseorang tidak senang dengan suatu
emosi, orang itu sering memilih untuk berpikir dari
pada merasa. Emosi bukanlah pikiran, tapi persaan.
Karnanya, dalam suatu interaksi emosionil kita dianjurkan
untuk tidak berkata “mengapa??” terhadap orang yang
sedang emosi karna jika kita menanyakan mengapa??
Kepada orang yang sedang emosi itu sama saja kita
memperbesar jumlah emosi-emosi yang terdapat dalam
diri seseorang. Dalam suatu teori kepribadian terdapat
empat teori yang salah satunya adalah teori aliran
eksistensialis yang berisi agar seseorang menghindari
pertanyaan mengapa?? terhadap orang yang sedang
emosi yaitu suatu kalimat “Jangan ingin tahu”, apa
yang mereka katakan ialah ekspresi emosi itu suatu
usaha untuk komunikasi yang bermakna, dan jika
yang lain datang menjumpai kita dengan suatu emosi,
kita harus berlaku timbal balik dengan suatu emosi,.
Bereaksi dan jawablah dengan bagaimana kita
merasakannya, bukan bagaimana kita memikirkannya.
Bagaimana kita merasa seseorang yang dicintai dalam
kesakitan emosi? Apakah kita merasa sedih,
cinta , takut, marah, atau mati rasa?
Janganlah cemaskan mengenai bagaimana kita
“dianggap” atau diduga merasakannya, tapi rasakanlah
saja. Jika seorang ibu yang penuh cinta mungkin
memilih untuk merasa takut pada permulaanya
karna mendengar anaknya menjerit dan kemudian
mulai menangis. Namun dalam keadaan lain,
dia mungkin memilih untuk merasa marah dan
tersinggung karna sudah berulang kali diganggu
oleh jeritan anak itu (karna main-main umpamanya).
Komunikasi mulai merosot, segera setelah amarah dan
rasa tersinggung ini secara palsu dinyatakan sebagai rasa
kasihan, dan memprihatinkan mengenai apa yang kita
pikir akan menjadi kebaikan kita sendiri. Hindarilah untuk
menggantikan berpikir dengan merasakan dan menggantikan
merasakan dengan berpikir. Berpikir adalah suatu proses
kognitif, suatu proses penilaian intelektual, sedangkan
perasaan adalah suatu emosi, suatu pengalaman sensoris.Jadi
tanamkanlah dalam jiwa kita bahwa tidak ada emosi yang
baik dan emosi yang buruk. Emosi adalah emosi.
Bagaimana kita mengekspresikan emosi-emosi kita,
dapat diterima atau tidak dapat diterima, tapi emosi itu
sendiri tidak dapat diukur secara kualitas. Seperti,
cinta itu sendiri tidaklah “baik”. Seseorang dapat
mencintai atau gemar berkelahi, atau lebih buruk lagi mencintai perang.
Kemudian terdapat bermacam-macam pernyataan
emosi, alaternatif cara-caranya tidak terbatas , dari
“Aku mencintaimu. Aku mengirim bunga ini kepadamu
sehingga kau tahu betapa besarnya cintaku”,sampai kepada,
“Kubunuh dia supaya kau tahu betapa dalam cintaku padamu”.
Setiap orang menafsirkan cinta, dan mengekspresikan
dengan cara masing-masing. Sebagai kita lihat,
kata-kata “Aku mencintaimu” tidaklah harus
mengomunikasikan hal yang sama terhadap
masing-masing individu, jadi cinta yang kita rasakan
adalah suatu bentuk cinta emosi.Ingatlah, bahwa
makin banyak alternative yang kita peroleh, makin
kayalah hidup kita dan makin sedikit alternative
itu yang tersedia makin keringlah kehidupan kita.
Dalam kehidupan manusia terdapat bentuk-bentuk
cinta diantaranya adalah cinta ibu, cinta ayah, cinta eros,
cinta philos, cinta egape, cinta narsistik.
Dimana cinta ibu mempunyai sifat tanpa syarat
maksudnya adalah suatu bentuk cinta yang
digunakan untuk mengkomunikasikan bahwa kenyataanya
kita berada, sudah cukup bagi kita untuk dicintai, kemudian
cinta ayah adalah cinta yang bersyarat maksudnya
adalah kita tidak dapat membuat seseorang untuk
menunjukan cinta ayah kepada kita, kecuali
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Bentuk cinta ini digunakan untuk mengajarkan
tanggung jawab akan perilaku kita dan konsekuensi
dari perilaku itu, kemudian cinta eros adalah cinta yang
dapat dirasakan melalui persepsi dari keunggulan fisik,
keunggulan spiritual, atau keunggulan estetika.
Kemudian cinta philos adalah cinta persausaraan,
kemudian cinta egape adalah suatu cinta spiritual,
cinta terhadap suatu ide, cinta terhadap suatu filsafat
atau suatu agama, kemudian yang terakhir adalah
cinta narsistik adalah suatu bentuk cinta yang paling
penting yaitu cinta terhadap diri sendiri.